Sulbar.com - Masjid Nurut Taubah KH. Muhammad Thahir Imam Lapeo yang terletak tepat di jalan poros Sulawesi Barat Desa Lapeo Kecamatan Campalagian Polewali Mandar malam itu, Sabtu 1 April lalu kembali tampak ramai. Sejumlah mobil yang lewat dan tampak menyalakan lampu seinnya untuk segera mampir dan meminggirkan ke sisi kiri pun kanan jalan seakan telah menjadi pemandangan yang begitu lazim ditemukan di komplek masjid dan makam bersejarah tanah Mandar itu.
Malam itu, suara adzan isya telah berkumandang melalui loodspeaker dan sound sistem yang berkekuatan tinggi. Memanggil dan membuyarkan segenap aktivitas warga juga para pejalan di sekitar Lapeo untuk rehat sejenak dan mengajaknya untuk bersegera masuk ke dalam masjid yang dibangun oleh KH. Muhammad Thahir atau yang karib disapa Imam Lapeo.
Dari sejumlah mobil yang singgah, tidak sedikit diantaranya secara sengaja mampir untuk ikut melaksanakan sholat berjamaah di masjid bersejarah tanah Mandar itu. Dan tidak sedikit pula yang singgah untuk berdoa dan mengharap berkah serta karomah dengan jalan mengisi sejumlah kotak amal yang tersedia di sejumlah titik di dalam komplek masjid itu. Sisanya adalah berziarah di ko’bah (makam-pen) KH. Muhammad Thahir Imam Lapeo yang berada disisi kanan teras masjid itu.
Sebuah masjid yang kokoh dengan menara yang tinggi menjulang tepat di teras masjid. Menara yang dulu konon menjadi penujuk arah pulang para pelaut saat hendak kembali pulang ke darat. Juga menara masjid yang konon pernah miring dan nyaris tumbang, namun kembali bisa berdiri tegak seperti sedia kala.
Menara masjid sebagai penanda kewalian serta karomah sang pendirinya, yang juga bersebarangan dengan rumah Imam Lapeo. Rumah yang dulu hingga kini masih setia menjadi penyaksi lalu lalang juga pergi dan datangnya para peziarah makam dan masjid Nurut Taubah KH. Muhammad Thahir Imam Lapeo. Sekedar meminta berkah dan berharap karomah melalui pembacaan doa secara berjamaah pun sendiri-sendiri.
Ya, sebuah rumah yang bergelar boyang kaiyyang (rumah besar-pen), tersebab bentuknya yang memang besar dan berkontruksi rumah kayu panggung khas rumah-rumah masyarakat Mandar. Boyang kaiyyang yang kini ditinggali oleh Annangguru Hj. Marhumah Thahir (Annangguru Kuma-pen), anak KH. Muhammad Thahir Imam Lapeo yang kini juga sekaligus menjadi dewan pembina utama masjid.
Hj. Nurlina Muhsin cucu KH. Muhammad Thahir Imam Lapeo yang juga dewan pembina masjid kepada penulis, sesaat sebelum bertolak ke Universitas Sains Al Quran (Unsiq) Wonosobo Jawa Tengah untuk melakukan penulisan pertama al quran akbar mengatakan, pihaknya bersama sejumlah pengurus dewan kemakmuran masjid dan jamaah serta masyarakat Lapeo kini tengah serius hendak memposisikan Lapeo sebagai episentrum utama pengembangan syiar islam tanah Mandar. Sebagaimana ide dan gagasan murni yang pertama kali dilontarkan oleh imam besar dua Masjid Imam Lapeo Ustad H. Dalilul Falihin.
"Ya semacam destinasi wisata religi. Tidak saja sebagai tempat penyelenggaraan ibadah dan ritual keagamaan, tetapi juga menjadi tempat yang diharapkan dapat menjadi etalase pembacaan peta dan dinamika sosial budaya serta keagamaan masyarakat Mandar - Sulawesi Barat," beber Nurlina Muhsin.
Tidak muluk-muluk memang, tersebab bagi Ummi, sapaan karib Hj. Nurlina Muhsin, Lapeo selain masyarakatnya terbilang masyarakat religius yang dinamis, di Masjid yang didirikan Kanne Ambol--panggilan cucunya kepada Imam Lapeo-- itu, kini juga tengah serius melakukan pembenahan pengelolaan manajemen masjid. Itu tampak dari penataan sistem pelayanan jamaah, hingga kepada upaya untuk melengkapi dan merekontruksi ulang sejumlah pasilitas yang ada di dalam masjid yang memang selalu ramai dikunjungi oleh para pejalan dan peziarah itu.
Bahkan yang teranyar kini adalah, masih menutut Ummi, pihak pengurus atau dewan kemakmuran masjid Nurut Taubah KH Muhammad Thahir Imam Lapeo, telah secara khusus memesan alquran akbar yang kelak akan dihadirkan di masjid bersejarah itu.
"Iya insya Allah dalam waktu yang tidak lama lagi, masjid kita ini, akan memiliki al quran akbar dengan ukuran 2 x 1.5 Meter yang secara khusus kami pesan di Unsiq Wonosobo. Jika tidak ada aral, insya Allah tahun depan semua proses penulisan dan penjilidannya sudah bisa rampung," urai Ummi.
Menariknya, al quran akbar itu bukanlah produk pabrikan yang mengandalkan mesin percetakan, tetapi al quran raksasa itu nantinya adalah hasil tulisan tangan para penulis al quran terbaik yang dimiliki bangsa ini di Unsiq Wonosobo. (*) Bersambung...
[yat/yat]
|