Sulbar.com - Mengenakan jilbab kuning dipadu dengan baju batik coklat bermotif kembang. Dirinya tampak serius menjelaskan sejumlah ihwal terkait kesehatan kepada puluhan peserta yang mengenakan kostum setelan muslim di depannya.
Senyum di bibirnya sesekali merekah. Terselip semangat berbalutkan pemahaman yang dalam tentang materi yang tengah disampaikannya. Tangannya juga sesekali tampak terangkat, penanda dirinya tengah menegaskan setiap intonasi yang dilontarkannya. Perempuan itu, bernama dr. A. Vita Desiana Tasbih.
Dokter Vita, sapaan karibnya, pada siang yang panas memanggang di luar itu tengah larut dengan materi kesehatan haji pada acara manasik bagi calon jamaah yang digelar di lantai dua aula pertemuan Kantor Urusan Agama (KUA) Campalagian Polewali Mandar (Polman).
Jam tangan berwarna putih dipergelangan tangannya menunjuk angka 13.15 Wita kepada Seputar Sulbar yang menemuinya seusai dirinya membawakan materinya berharap, calon jemaah haji memberikan perhatian serius pada pra, pelaksanaan hingga kepulangannya nanti. Hal itu penting mengingat, perjalanan ke Makkah itu adalah perjalanan jauh dan iklim yang juga berbeda dengan daerah asal para jamaah haji.
"Setiap calon jemaah haji semestinya telah melakukan pemeriksaaan kesehatannya jauh hari, sebelum mereka berangkat. Karena, selain perbedaan iklim, energi ekstra juga akan terkuras pada semua rangkaian ibadah. Karenanya, kondisi kesehatan sungguh-sungguh harus dicek sejak dini. Termasuk untuk mengetahui rekam jejak medik kesehatan setiap calon jemaah haji," tuturnya.
Cek sejak awal itu penting dilakukan, agar tim medik yang menyertainya juga telah memiliki data tentang kondisi kesehataan jamaah. "Termasuk agar tim medik sejak dini telah mengetahui kondisi kesehatan jamaah, utamanya persiapan penanganan medis yang akan dilakukan terhadap jamaah," urainya.
Dituturkannya, berdasar pengalamannya di tahun 2016 lalu, saat dirinya mendampingi jamaah haji asal Polman ditemukan beragam jenis penyakit. Mulai dari pilek, sesak napas, hingga batuk dan kecapekan.
"Itu belum termasuk penyakit bawaan jamaah dari daerah asalnya. Yang untuk jamaah kita kebanyakaan mengidap penyakit seperti, kencing manis, hipertensi, kelainan jantung, asma. Khusus kasus penyakit seperti ini, biasanya telah dibekali obat dari dokter yang menanganinya. Dan kalaupun tidak, para tim dokter yang menyertainya telah menyiapkan sejumlah obat untuk penyakit yang lazim di derita oleh jamaah kita. Termasuk ragam vitamin dan suplemen lainnya," urainya.
Dan biasanya setelah jamaah pulang, masih menurut Vita, setiap jamaah kembali akan dilakukan cek kesehatan. "Hal itu ditakutkan terikut penyakit sepulang dari pelaksanaan ibadah haji. Seperti penyakit radang selaput otak, atau penyakit inveksi lainnya. Tetapi kini, setiap jamaahpun sudah dibatasi untuk berada di tempat-tempat yang bisa menjadi sumber munculnya penyakit," bebernya.
Sesuai pengalaman Vita saat mendampingi jemaah haji, terdapat calon jamaah haji yang diserang diare setelah berada di ruang keberangkatan di Sudiang Makassar.
"Saat itu, ada yang diserang diare, karena makanan yang dibawa dari daerah asalnya dimakan lagi saat di ruang embarkasi (keberangkatan-red). Saat itu calon jamaah hajinya hampir tidak jadi berangkat," kisahnya.
Lanjut dikisahkan, saat mendampingi jemaah bahkan ada pula yang meninggal dunia yang ditengarai karena kelelahan, "dari riwayat penyakitnya tekanan darah tinggi. Tetapi informasi yang kami dapatkan dari jamaah lainnya, mungkin karena kelelahan sepulang shalat. Karena saat pulang ke hotel tidur lalu ngorok," tuturnya.
Bawa Rice Cooker Ditanya tentang katering makanan bagi jamaah haji, dokter alumnus Universitas Muslim Indonesia Makassar ini mengatakan, standar kesehatannya sudah terjamin, karena setiap makanan datang, telah diteliti layak atau tidaknya untuk dikonsumsi.
"Menurut saya sudah sangat terjamin. Hanya sayangnya, jamaah kita biasanya menyimpan dulu makanannya. Padahal disana itu makanan sudah harus dimakan sesuai jadwal yang telah ditentukan," bebernya.
Bahkan menurut dia, hendaknya jamaah tidak lagi harus repot membawa bahan makanan saat hendak berangkat. Sebab selain menjadi beban bawaan jamaah, juga tidak efektip, karena di tanah suci semuanya telah tersedia.
"Iya, kadang ada yang bawa beras, ikan kering, bahkan ada yang bawa rice cooker (pemasak elektrik-red). Padahal disana itu telah ada hotel yang menyediakan alat masak. Pun toh, jika tidak disiapkan dan harus beli, dihimbau kepada jamaah cukup patungan saja untuk membelinya. Dari pada harus repot membawanya dari daerah asal."
Ia menyarankan, agar jamaah cukup membawa makanan untuk persiapan seadanya saja, misalnya untuk di makan di perjalanan di bus dari daerah asal menuju lokasi pemberangkatan. Karena semuanya telah dijamin, termasuk di tempat embarkasi.
[yat/yat]
|