Sulbar.com - Namanya Samar. Lelaki yang hampir tiap malam mengedar di club. Club malam yang bermandi cahaya dan ditingkahi auman musik serta bunyi beradu gelas-gelas berbusa, toss..
Sesekali ia terlihat larut dalam hentakan musik seraya terus mengedarkan pandangan mengamati pengunjung club yang bergoyang bak cacing kepanasan. Beberapa diantaranya mulai meneteskan keringat berwarna pelangi sewaktu diterpa lampu laser club. Sebenarnya tidak ada yang menarik perhatiannya, sampai sorot matanya menumbuk sepasang burung walet. Burung walet yang terajah indah di pundak seorang wanita. Seketika Samar diserbu pertanyaan. Kenapa tato wanita itu tidak terajah di pundak bagian kiri? Pasti jauh lebih indah jika di sebelah kiri, pikirnya. Kenapa pula tergambar berpasangan? Apa walet paham jika sepi begitu menyeramkan?
Kenapa bukan tato bintang kejora atau mawar merah yang dipilih wanita yang telah berhasil bersinar bak bintang kejora dan mewangi serupa mawar merah di club itu.
Samar senyum-senyum sendiri atas semua pertanyaan bodoh yang mulai menyesaki kepalanya. Samar kembali menenggak minumannya, seolah tengah menenggak kenangan paling getir. Sorot matanya masih mengamati rerinci tato di pundak wanita itu.
Wanita yang sepertinya datang dari dunia paling misteri. Memiliki pundak indah hingga melapangkan sorot mata untuk terus jejaki pundaknya yang terbuka. Pakaian wanita itu memang sangat minim.
Mungkin seminim ingatan Samar, kapan terakhir kali ia mengamati rerinci tubuh wanita? Tentu pertanyaan itu paling sulit dijawabnya. Samar masih asik dengan pikirannya sendiri. Sebelum kembali mengamati seorang pria paruh baya berkepala botak yang duduk di sampingnya.
Mungkinkah pria itu pasangan wanita itu? Ah, bukan, pria itu terlihat diacuhkan wanita itu. Wanita itu hanya senyum sekedarnya jika detik tertentu pria itu berbisik. Bisikan yang hanya ditanggapi dengan senyum irit dan terkesan dipaksakan.
Mungkin wanita itu sekedar ingin terlihat ramah. Bisa jadi wanita itu sebenarnya ingin meludah di atas kepala botak lelaki yang tangannya kreatif meremas pahanya tiap kali melontarkan pertanyaan klise, layaknya cerita yang terus diulang-ulang dari kaset radio soak.
Mulai dari dana proyeknya yang tak kunjung cair. Sampai kejenuhannya melihat wajah keriput istrinya. Istri yang ketika mengoceh serupa nenek sihir, membuatnya tidak betah di rumah. Atau bisa jadi, pria itu berupaya meyakinkan kekuatan cinta pada pandangan pertama. Uh.. klise!
Mungkin. Karena Samar hanya mengamati dari jauh, di tengah dentum musik yang kian terasa melenakan. Sesekali Samar terlihat ikut berteriak menggenapi teriakan pengunjung club. Asap rokok terus mengepul.
Malam yang benar-benar meriah. Entah sedang merayakan apa! Tapi tidak buat wanita itu. Ia terlihat begitu tenang. Begitu hikmat. Hanya mengamati dan sepertinya tak berniat larut dalam suasana club yang mulai disesaki pengunjung.
Wanita bekulit putih yang seolah datang dari dunia paling rahasia. Di mana rumahnya? Jangan-jangan malah bersarang serupa burung walet. Bersarang di gua-gua lembab yang jauh dari peradaban. Sarang yang saban waktu dipintal dengan air liurnya.
Sarang tempatnya meneduhkan gelisah siang dan menyimpan rahasia malam. Konon sarang walet jika disentuh dengan tangan telanjang. Sarang itu akan langsung ditinggalkan. Betapa pandai burung walet menjaga kerahasiaan sarangnya.
Sarang yang menempel di dinding gua berlumut berwarna kecoklatan. Kedatangannya, tidak jelas bermula dari mana dan sewaktu berlalu tidak sampai meninggalkan jejak kenangan. Kenangan serupa lipstik merah yang kerap lengket dilingkar gelas.
Samar masih tak habis pikir. Kenapa burung walet di pundak wanita itu digambar berpasangan? Apa memang dalam hidup selalu butuh pasangan untuk sekedar berbagi rahasia? Di mana belahan jiwanya sekarang?
Burung walet yang riang menari di angkasa memamerkan dua ekor lancipnya. Ekor yang biasanya saling menaut seraya terus menghambur ke langit. Betapa indah dunia burung walet. Sepertinya tidak pernah mengenal kesedihan.
Memiliki banyak rahasia yang senantiasa dijaga dalam kehangatan sarangnya. Tidak seperti Samar. Tiap hari hidupnya berpacu dengan menerima kehadiran malam sebagai ruang menandaskan mimpinya di sudut keremangan club.
Serupa menghadapi pertengakaran tanpa masalah dan percintaan tanpa asmara. Ya, begitulah selarik puisi si Burung Merak yang pernah dibacannya dan terasa sempurna menggambarkan hidupnya.
Seketika Samar ingin menjadi burung walet yang memiliki rahasia, kenangan dan mimpi indah. Tidak malah rutin terdampar di club sepulang dari kantor dan menenggak minuman pahit, sebelum terbangun di pagi buta dengan menyisa pening di kepala.
Hidup rutin nan menjemukan. Membuat pikirannya terasa berat. Samar memutuskan beranjak dan duduk di samping wanita itu, setelah pria berkepala botak tadi berlalu. Lama, ia tak mengeluarkan sepatah kata, sebelum mengangguk pelan seraya menunjuk gelas kosong di tangan wanita itu.
Wanita itu balas mengangguk sembari tersenyum ramah. Astaga, senyumnya manis sekali. Semanis tarian sepasangan burung walet di pundak wanita itu, sebelum akhirnya bergegas menuju rahasia malam itu...
Mamuju, 2015
Sebelumnya dimuat di Radar Sulbar, Sabtu 21 Nofember 2015
|