Sulbar.com - Dewan juri yang melakukan penjurian atas karya puisi yang masuk ke panitia menilai Lomba Cipta Karya Puisi Kebangsaan (LCKP) IV Tahun 2015 ini mengalami penurunan kualitas maupun kuantitas karya.
Syuman Saeha salah satu dewan juri kepada SulbarDOTcom malam ini mengatakan, jumlah karya dinilai olehnya bersama dua dewan juri lainnya, Azikin Noer dan M. Syariat Tajuddin sebanyak 68 karya puisi secara kualitas dan kuantitas pengalami penurunan, jika dibandingkan dengan tahun lalu yang mencapai angka 104.
"Kali ini ada 68 karya puisi yang masuk dengan perincian, kategori pelajar sebanyak 40 karya dan umum 28 karya puisi yang masuk itu mengalami penurunan drastis, itu dari segi kuantitas jumlahnya. Sedang dari segi kualitas juga mengalami penurunan yang tajam, yakni gaya bertutur, kesesuaian antara judul dan isi mengalami penurunan. Belum lagi cara membangun temanya yang juga rata-rata menurun. Termasuk cara membangun atau menuliskan suasana dalam karya yang hampir semuanya berada di bawah standar jika dibandingkan dengan event serupa di tahun-tahun sebelumnya," urai Syuman.
Ditambahkannya, penurunan ini akan kian kentara jika coba disandingkan dengan event pertama yang digelar pada tahun 2012 yang lampau, yang selain membludaknya jumlah karya. Para pekarya yang menuliskan puisinya juga cenderung menguasai gaya bahasa puisi dan tema-tema yang diangkatpun relatif hebat.
"Saya kira itu yang menjadi catatan kami, belum lagi unsur persajakannya pada tahun 2012 itu cukup menggembirakan. Tetapi apapun itu saya kira kita tetap merespon baik untuk sejumlah karya yang masuk. Harapan kami, kelak puisi tidak lagi dipandang hanya sekedar pelengkap kehidupan yang dibutuhkan pada saat ada kepentingan untuk mengikutkannya pada event lomba seperti LCPK ini," tutur Syuman.
Senada dengan itu, Azikin Noer juga salah satu dewan juti LCPK IV, malah melihat penurunan ini sebagai bentuk dari gagalnya pembelajaran sastra di tengah masyarakat. "Saya curiga ini adalah kekeliruan metode pembelajaran sastra di sekolah-sekolah yang tidak berorientasi pada karya, tetapi lebih berorientasi pada formalisme pengajaran dengan mengejar standar. Ada baiknya ada upaya kita bersama untuk mengawinkan antara keduanya, selain untuk kepentingan yang berorientasi pada kejar paket kurikulum, juga pada bagaimana peserta didik mampu melahirkan karya-karya yang baik," tuturnya.
Selain itu, Bang Ki, sapaan akrab Azikin Noer juga menengarai rendahnya mutu karya sastra puisi yang masuk kali ini juga diakibatkan oleh kian gencarnya serangan media sosial dan media internet, yang membuat para pekerja pemula dalam dunia sastra puisi lebih banyak mencomot puisi-puisi yang mereka temukan di media internet.
"Terbukti ada kecenderungan karya-karya yang masuk kali ini, ditemukan adanya pencomotan puisi-puisi baik dalam bentuk diksi maupun gaya tutur yang diambil cuplik begitu saja dari internet," tandasnya.
Baik Syuman maupun Bang Ki berharap kelak karya sastra utamanya puisi tidak lagi ditempatkan hanya kesedar saja dalam kehidupan, tetapi harus diberikan perhatian serius dari semua pihak. "Sehingga tatkala semua memilih bungkam, maka saatnya puisi untuk berbicara. Atau tatkala semua keadaan telah mulai keruh, maka puisi harus tampil untuk menjernihkannya," kunci Bang Ki disahuti Syuman.
[yat/yat]
|