Sulbar.com - Ada yang tak lazim siang itu di kampus biru Universitas Al Asyariah Mandar (Unasman). Kampus yang berada di bilangan Manding, tepatnya di Jalan Budi Utomo itu dan seakan telah terlanjur ditahbiskan menjadi kampus yang merekam baik sejarah perjalanan panjang kota Polewali bahkan Sulawesi Barat itu.
Sejumlah mahasiswa tampak sibuk bergerak di bawah sinar matahari yang cenderung bersahabat. Menariknya sejumlah mahasiswa itu, malah tampak seperti direktur yang mengenakan jas pula dasi. Tentu saja lengkap dengan tentengan draft laporan karya ilmiah hasil penelitainnya. Pemandangan itulah yang tertangkap oleh media ini, saat menyambangi kampus itu, Sabtu (13/5) siang tadi.
Sejumlah Mahasiswa yang diwarnai senyum sumringah bahkan tidak pula sedikit yang tampak asyik tengah berswafoto di sudut-sudut kampus itu. Tak pelak masjid Pancasila Kampus Unasman pun tampak lain dari biasanya, sejumlah mahasiswa tampak khusyuk di dalam masjid tengah menunaikan shalat dzuhur siang itu, tentu saja dengan mengenakan baju putih dipadu bawahan warna hitam.
Boleh jadi mereka tengah sujud syukur, atau bahkan tidak pula menutup kemungkinan mereka tengah tafakkur seraya memanjatkan doa terbaiknya. Kiranya momentum sejarah ending akhir perjalanan mereka sebagai mahasiswa berakhir menggembirakan. Adalah mereka yang belum atau tengah bahkan telah usai mengikuti ujian meja akhir yang akan dirangkaikan dengan komprehensif.
Mereka tengah menunggu penentuan akhir, apakah layak atau tidak mereka segera menyandang gelar sarjana, setelah jarak waktu yang mereka lewati telah cukup panjang menimbah ilmu dan bergaul dengan beragam watak dan disiplin pengetahuan yang ada di kampus itu.
Jamandi, salah seorang calon sarjana komunikasi yang berbincang dengan media ini menuturkan, gelar yang diraih hari ini merupakan momen bersejarah dalam hidupnya, sebab, katanya, "untuk mendapatkan gelar tersebut begitu banyak suka dan duka yang dilalui selama tujuh tahun dalam perjalanannya kala masih menjadi mahasiswa".
Ia mengaku sangat bersyukur dengan apa yang telah ia lewati hari itu, "Alhamdulillah, na selesai tongang maka (sarjana-red). Padahal hampirka putus asa untuk melanjutkan kuliahku, karena sudah lama sekalimi kurasa kuliah. Tujuh tahun, saya lalui prosesnya ini untuk kelak menjadi sarjana, suka dukanya begitu terasa," ungkap mantan Ketua BEM FISIP Unasman dan yang karib disapa Tiger dengan mata berkaca-kaca.
Penuturan yang sama dilontarkan pula, Muhammad Sahlan kepada media ini. Ia yang juga menempuh pendidikan selama tujuh tahun mengakui, untuk mendapatkan gelar sarjana memang tidak mudah, butuh proses yang panjang. Selama menjadi Mahasiswa mengalami beberapa fase pasang surut perjalanan. Namun bagi Sahlan, semua itu hanya merupakan proses hidup manusia yang harus dijalani sebagai insan yang mempunyai tanggung jawab.
"Begitulah. Pahit manisnya sudah dirasakan sampai saya hari ini jadi sarjana. Begitu banyak momen yang tidak muda dilupakan selama jadi Mahasiswa. Salah satunya ketika saya harus terlibat langsung, turun ke jalan memperjuangkan kampus enam tahun silam. Dan pas penyelesaian, waktu dan tenaga dikorbankan demi sebuah tanggung jawab untuk jadi sarjana," beber Sahlan dengan nada bahagia campur sedih.
Di sudut lain, masih di lokasi kampus Unasman, Muhammad Amin Sarjana Ilmu Pemerintahan mengatakan, dari tahun 2010 sampai tahun 2017, ia mengalami berbagai ujian selama menempuh pendidikan di Sulawesi Barat. Amin menuturkan, dirinya tidak ingin menerima begitu saja setiap kebijakan yang dianggap merugikan dirinya. Baik kebijakan internalpun eksternal yang dianggpnya sebagai bentuk penjajahan baru. Sehingga Amin harus kembali ke kampung halaman selama setahun dan meninggalkan dunia pendidikan di Kabupaten Polewali Mandar.
"Saya juga tujuh tahun kuliah, karena saya sempat pulang kampung selama satu tahun. Karena awalnya saya merasa dipersulit dalam setiap kebijakan. Dan Syukur alhamdulillah, hari ini saya betul-betul jadi Sarjana," tandas Amin, salah satu aktifis yang sebelumnya dikenal cukup vokal di kampus Unasman.
|